HANYA dalam 15 menit, sebatang kempas (Koompasia malaccensis) berdiameter hampir dua pelukan orang dewasa rubuh di tangan Lois Singih, 37. Sang penebang dengan sigap bergerak mundur beberapa langkah, sesaat sebelum pohon condong dan menghantam tanah.
Lois harus cermat memperhitungkan langkah dan mencari titik aman. Jika tidak, keselamatan jiwanya akan terancam karena bisa tertimpa dahan atau bagian pohon lainnya.
“Jarak yang aman adalah sekitar 20 meter (di belakang pohon),” kata pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur ini.
Pengalaman membuat ia harus berhati-hati. Lois pernah menjadi korban, beberapa tahun lalu, sehingga harus dirawat di rumah sakit. Ia menderita luka parah pada bagian perut akibat tersabet pohon yang ditebangnya.
“Saat saya hendak membersihkan akar, tiba-tiba pohonnya tumbang dan menyambar perut saya,” kenangnya.
Lois karyawan PT Suka Jaya Makmur. Ia telah bekerja selama 16 tahun sebagai penebang kayu di areal konsesi hak pengusahaan hutan perusahaan itu di Kecamatan Nangatayap, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Pria itu memulai kariernya sebagai asisten penebang.
“Saya masuk ke sini pada 1994 sebagai asisten chainsaw man dan baru mulai menebang sendiri pada 1999,” ujar Lois, saat ditemui di lokasi petak tebangan 50 di Kilometer 74.
Peralatan utama Lois saat bekerja adalah sebuah gergaji mesin atau chainsaw. Oleh karena itu, pekerja seperti Lois ini biasa disebut sebagai chainsaw man. Chainsaw yang digunakan Lois dibeli dari uang sendiri.
Saat bertugas, seorang chainsaw man biasanya di bantu dua asisten. Tugas mereka adalah membersihkan lokasi di sekitar tebangan dan membantu menyiangi serta memotong hasil tebangan sebelum diangkut ke tempat penimbunan kayu sementara.
Jerih payah Lois sebagai chainsaw man dihargai perusahaan sebesar Rp1.127.000 per bulan. Gaji sebagai karyawan tetap itu belum termasuk insentif sebesar Rp1.900 dari setiap meter kubik hasil tebangan. Dalam satu bulan, rata-rata ia bisa mengantongi sekitar Rp3,5 juta. “Kami juga mendapat jaminan kesehatan saat berobat ke rumah sakit.”
Menggeluti profesi sebagai penebang kayu tidak gampang. Selain ancaman kecelakaan, setiap tim penebang di PT Suka Jaya Makmur juga harus mematuhi sejumlah aturan dan standar prosedur kerja yang ketat. Maklum, perusahaan itu adalah salah satu produsen kayu besertifikat. (BACA: Berburu Kayu Ramah Lingkungan)
Seorang chainsaw man dilarang keras menebang kayu yang tidak sesuai kualifikasi dan persyaratan teknis serta ekologis. Pola dan aktivitas penebangan pun harus mengikuti jadwal dan rotasi wilayah tebangan yang ditetapkan perusahaan.
“Pohon yang berada di sepanjang sempadan sungai tidak boleh ditebang. Harus ada jarak sekitar 20-30 meter antara wilayah tebangan dan sempadan,” jelas Kepala Bagian Produksi PT Suka Jaya Makmur, Jaelani.
Sebatang pohon yang dianggap layak ditebang harus berdiameter 40-60 sentimeter. Ciri-ciri pohon yang layak ditebang ditandai dengan label berwarna merah, yang ditempel pada bagian batang. Label itu biasa disebut dengan istilah karpet merah. (BACA: Tertinggal Jauh dari Kongo)
Setelah memastikan kelayakan pohon yang bakal ditebang, tim membersihkan areal di sekeliling pohon. Selanjutnya, chainsaw man mulai menggergaji batang pohon dengan alur melingkar dari berbagai sisi berbeda secara bergantian.
Sebelum mulai menebang, tim penebang juga harus memperhitungkan secara matang arah tumbangnya pohon sehingga sesuai keinginan dan berada dalam zona aman. Oleh karena itu, pada saat awal penebangan, batang pohon ditatah terlebih dahulu. Tatahan ini berfungsi sebagai alur penentu posisi jatuhnya pohon ke tanah. Bahaya lewat, uang pun didapat. (Aries Munandar)
COMMENTS