SUMPIT di kalangan masyarakat Dayak cukup populer. Namun, seperti apa sumpit itu?
Sumpit terdiri dari dua bagian utama, yakni laras atau batang sumpit dan anak sumpit atau damak sebagai peluru. Laras berbahan baku kayu dan damak bisa dibuat dari besi, bambu, atau lidi daun enau.
Damak berukuran 20-30 sentimeter dan berujung runcing. Pangkal damak dibebani pemberat yang biasanya terbuat dari gumpalan kapas, batang tebu telur, bulu burung, atau kayu gabus. Laras berbentuk bulat memanjang hingga 2-2,5 meter dan berdiameter 3-4 sentimeter pada pangkal serta sekitar 2 sentimeter pada bagian ujung. (BACA: Menyumpit Prestasi Menjaga Tradisi)
‘’Bagian ujung dibuat mengecil agar (laras) sumpit tidak goyah atau menukik saat digunakan,’’ kata Paul, 30, seniman dan perajin sumpit di Pontianak.
Laras sumpit asli terbuat dari tongkat kayu yang dilubangkan dengan mata bor atau potongan besi tajam. Namun, teknik pembuatan seperti itu sudah mulai ditinggalkan. Para perajin saat ini umumnya menggunakan pipa aluminium sebagai lubang laras. Pipa tersebut dibenamkan pada potongan kayu yang akan dibentuk menjadi laras sumpit.
Perubahan bahan pembuatan juga terjadi pada peluru. Damak yang semula terbuat dari bahan alami itu kini banyak dibuat dengan menggunakan serat kaca dan pemberat dari karet atau polystyrene foam/styrofoam.
‘’Kalau menurut cerita orang-orang tua, lubang pada (laras) sumpit dahulu dibuat dengan cara meneteskan air dari bebatuan di air terjun. Prosesnya bisa berbulan-bulan,’’ jelas Dedi Andjioe, 31, pesumpit asal Singkawang.
Sumpit digunakan dengan cara meniupkan damak melalui laras. Tekniknya bisa dilakukan dengan menempelkan pangkal laras ke bibir atau mengulum pangkal laras. Teknik dan posisi saat menyumpit menentukan ketepatan sumpitan, selain konsentrasi dan arah angin.
‘’Teknik meniup harus benar. Jika tidak, peniupnya bisa ambeien,’’ ujar Christianus Samanyuk, 37, seniman dan perajin sumpit lainnya.
Peluru beracun
Sumpit merupakan salah satu senjata tradisional masyarakat Dayak di Kalimantan. Senjata itu biasanya digunakan bersama mandau saat berburu di hutan atau berperang.
Sumpit tradisional dilengkapi sebilah besi tajam semacam sangkur pada ujung bagian bawah. Sangkur dan mandau digunakan untuk sasaran jarak dekat, sedangkan sumpit untuk jarak jauh.
Saat digunakan untuk berburu atau berperang, damak terlebih dahulu direndam dalam larutan getah pohon ipoh selama beberapa jam. Larutan itu berfungsi sebagai racun yang bereaksi hanya dalam hitungan menit.
Untuk menambah efek mematikan, larutan tersebut diracik bersama getah dan kulit pohon randu dan empedu kodok beracun. ‘’Pada masa animisme dan dinamisme, larutan itu ditambah dengan air dari mayat manusia yang belum dikremasi,’’ ungkap Christianus.
Sumpit menjadi senjata paling ditakuti musuh pada zaman perang suku hingga masa penjajahan. Banyak tentara penjajah yang meregang nyawa akibat serangan sumpit beracun.
‘’Jejak penyumpit sulit diketahui sehingga banyak penjajah tiba-tiba mati terkena sumpitan,’’ kata Alexander Batutebo, 36, pesumpit dari Pontianak.
Sumpit juga digunakan sebagai mahar atau emas kawin dan perlengkapan ritual di komunitas adat dayak Kalimantan Barat. Sumpit memiliki posisi terhormat dalam pranata adat Dayak.
Pembuatan sumpit tradisional tidak bisa sembarangan. Ada pantangan dan ritual khusus yang harus dilakoni, mulai pencarian bahan baku, pembuatan, hingga penyimpanan.
Dari keterangan Christianus, pencarian bahan baku diawali dengan pembacaan mantera dan penaburan beras kuning sebagai pelangkah saat turun dari rumah.
Pencarian bahan baku harus dihentikan saat mendengar suara berisik dan panik burung keto. Perilaku tidak wajar satwa itu menjadi firasat atau pertanda tidak baik.
‘’Perempuan yang sedang datang bulan dan anak-anak pantang membuat sumpit sebab senjata ini sakral dan berbahaya,’’ tuturnya.
Sumpit harus disimpan di tempat tertentu atau ruangan khusus. Posisi saat menyimpan harus digantung dan tegak lurus. Sumpit pantang diletakkan di lantai atau dilangkahi orang. Pantangan itu juga berlaku bagi sumpit yang digunakan untuk berolahraga. ‘’Hilang karismanya jika sampai dilangkahi dan bisa menjadi senjata makan tuan,’’ tegas Alexander. (Aries Munandar) LANJUT KE: Menghunjam Damak di Lorong Gelap
COMMENTS