GEMERETAK itu kian kentara seiring dengan usia yang menua. Susunan papannya mulai lekang sehingga berbunyi kencang sewaktu dilintasi kendaraan. Hamparan kayu itu pun ada yang berlubang dan ditambal sulam. Fondasinya juga seakan tidak kuat lagi menahan beban.
Begitulah kondisi Gerattak Sabok, jembatan bersejarah di Kota Sambas, Kalimantan Barat (Kalbar). Gerattak atau geretak ialah sebutan jembatan kayu dalam bahasa Melayu Kalbar. Disebut demikian karena jembatan itu selalu berbunyi khas seperti bergemeretak saat dilewati. Bunyi tersebut berasal deretan papan sebagai lantai jembatan.
Namun, gemeretak di Gerattak Sabok begitu nyaring, menandakan papan yang berimpit semakin merenggang. Paku dan bautnya pun tidak lagi tertancap kukuh ke bagian tiang. Hampir tidak ada bagian jembatan itu yang tidak dimakan usia.
Gerattak Sabok dibangun sekitar 1922, yakni di masa akhir pemerintahan Sultan Muhammad Tsafiuddin II. Bentangan dengan lebar sekitar 3 meter itu pernah ambruk akibat diterjang banjir pada 1963. Renovasinya sekitar 20 tahun kemudian.
“Gerattak diperbaiki sekitar 1983. Sejak itu, tidak pernah ada lagi (perbaikan),” ungkap Nurmansyah, 40, warga Desa Tanjung Mekar, Sambas.
Kisah banjir yang merubuhkan jembatan kemudian diabadikan dalam lagu daerah, Sungai Sambas Kebanjiran. Diceritakan, luapan Sungai Sambas itu membuat warga terisolasi karena ketinggian air dan ambruknya jembatan kebanggaan mereka.
“Banjirnya besar dan terjadi selama seminggu. Gerattak Sabok pun roboh akibat dilanggar lanting (rumah terapung) yang hanyut,” jelas Ahnaf Umar, 61,warga Sambas.
Jembatan berornamen Melayu itu menghubungkan Desa Tanjung Mekar dan Desa Dalam Kaum yang dipisahkan Sungai Sambas. Dalam Kaum merupakan kawasan keraton dan permukiman keturunan raja-raja Sambas. Mobilisasi penduduk di wilayah tersebut cukup ramai karena Dalam Kaum dan Tanjung Mekar termasuk desa terpadat di Sambas.
Sejak dahulu keberadaan jembatan itu memang sangat vital. Ia menjadi penghubung Kota Sambas dengan kota di sekitarnya, selain dua jembatan beton peninggalan Belanda.
Langkah penyelamatan pun dilakukan. Pemerintah Kabupaten Sambas pada 2009 mengeluarkan kebijakan yang membatasi pelintas jembatan. Hanya pejalan kaki dan kendaraan roda dua yang boleh melewati Gerattak Sabok.
Renovasi
Gerattak Sabok menjadi salah satu ikon dan landmark (penanda) Kota Sambas. Beberapa legenda berbau mistis menyertai perjalanan sejarah jembatan itu. Satu di antaranya terjadi pada masa pendudukan Jepang.
Gerratak Sabok ketika itu menjadi sasaran bom pesawat Jepang yang ingin menguasai Kota Sambas. Jepang menilai jembatan itu sarana vital yang harus dihancurkan agar kota tersebut lumpuh. Namun, bom meleset puluhan kilometer ke hutan belantara di Kecamatan Paloh.
Beberapa warga meyakini Gerattak Sabok selamat dari serangan tersebut karena dilindungi orang bunian. Bunian atau orang kebenaran merupakan makhluk gaib yang sering menampakkan wujud seperti manusia.
Gerattak Sabok yang melegenda akan segera hilang dari bumi Sambas. Bangunan tersebut dirobohkan dan diganti jembatan baru. Penandatanganan prasasti sebagai tanda dimulainya pembangunan dilakukan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa, pertengahan Juni lalu.
Jembatan baru berkonstruksi baja sepanjang 120 meter dan lebar 7 meter. Pembangunan tahap pertama dianggarkan sebesar Rp8 miliar dari Rp45 miliar kebutuhan pendanaan. Proyek itu ditargetkan rampung pada tahun depan. (Aries Munandar)
COMMENTS