“Seperti warga Jepang, yang meyakini raja mereka adalah keturunan dewa matahari,” kata seniman Tionghoa Kalimantan Barat The Miang.
Naga dalam mitologi Tiongkok digambarkan sebagai mahluk tanpa sayap namun bisa terbang. Bentuk tubuhnya menyerupai ular, muka seperti kuda, tanduk serupa rusa, mata seperti kelinci, dan perut serupa ulat sutera. Selain itu, sisiknya seperti ikan mas, cakar seperti elang, telapak laksana harimau, dan teliga serupa sapi. (BACA: Naga Bersinar di Semarak Cap Go Meh)
“Sebagian kalangan meyakini naga pernah ada di dunia walaupun bukti ilmiah berupa fosil sampai saat ini belum pernah ditemukan,” kata budayawan Tionghoa Kalbar Xaverius Fuad Asali.
Naga dalam bentuk replika kerap hadir dalam perayaan Cap Go Meh. Di Pontianak dan di Singkawang, Kalimantan Barat, replika naga dimainkan secara kolosal dan diarak keliling kota. Tradisi ini dihidupkan kembali setelah sempat dilarang saat rezim Orde Baru berkuasa.
“Dahulu mainnya sembunyi-sembunyi karena dilarang (pemerintah). Lokasinya pun hanya di wihara atau kelenteng, bukan di tempat umum,” ungkap Sekretaris Yayasan Bhakti Suci Budi Histanto Bun.
Replika naga harus menjalani ritual buka mata sebelum diarak untuk menyucikan kota. Ritual bertujuan memberi roh dan kekuatan pada replika naga. Naga yang sudah diberi ‘kehidupan’ disimbolkan dengan mata yang terbuka dan bersinar. Sinar tersebut terpancar dari bola mata yang terbuat dari senter.
“Kalau tidak menjalani ritual buka mata, naga itu hanya sekadar replika biasa. Ia tidak memiliki kekuatan apa-apa,” tutur Miang.
Ritual buka mata naga di Pontianak setiap tahun dilaksanakan di Kelenteng Kwan Tie Bio di Jl Diponegoro. Ritual dipimpin seorang suhu atau dukun Tionghoa, yang melafalkan berbagai doa dan mantra. Satu per satu naga pun diberkati dan diberi ‘kehidupan’. (BACA: Mengarak sang Naga Penolak Bala)
“Klenteng tersebut tempat pemujaan Dewa Kuan Kung, jenderal yang terkenal jujur serta taat dan setia kepada negara. Spirit itu yang ingin diambil untuk naga,” jelas Asali.
Setelah dimainkan, replika mahluk legendaris tersebut menjalani prosesi pembakaran. Prosesi ini berselang empat hari setelah ritual buka mata. Pembakaran dilangsungkan di komplek pemakaman milik Yayasan Bhakti Suci di Jl Adisucipto, Kabupaten Kubu Raya. Prosesi pembakaran untuk mengantarkan roh dan jasad naga kembali ke kayangan.
“Naga yang sudah membuka mata, tidak boleh disimpan karena dianggap (mahluk) hidup. Jika tetap disimpan, bisa beralamat tidak baik,” pungkas Miang. (Aries Munandar)
COMMENTS