Tradisi topeng menjadi ciri khas budaya Loncek dari komunitas Dayak Salako yang bermukim di sepanjang daerah aliran Sungai Ambawang.
ARIES MUNANDAR
RICHARD Pearce dan Freida Mock tidak mampu menyembunyikan kekaguman mereka. Sineas asal Amerika Serikat itu tengah mengapresiasi perjuangan kaum muda di Gunungloncek dalam mempertahankan adat dan tradisi.
Gunungloncek atau Kampung Loncek merupakan dusun di Desa Telukbakung, Kecamatan Sungaiambawang, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat (Kalbar). Dusun itu hanya berjarak 10 kilometer dari Jalan Trans-Kalimantan, atau sekitar 70 kilometer dari ibu kota Kalbar, Pontianak. Namun, kondisi pembangunan di sana masih jauh tertinggal.
Kedatangan Richard dan Freida pada Minggu (9/2) tersebut sesungguhnya bertujuan untuk mengisi pelatihan pembuatan film dokumenter sederhana melalui telepon seluler.
Kedua sineas lantas menilai Loncek memiliki banyak potensi yang menarik untuk difilmkan. Terutama tentang kehidupan masyarakat dan pelestarian tradisi.
“Walaupun masih hidup tradisional, mereka melek teknologi. Mereka ternyata pernah membuat buku dan film dokumenter. Banyak bakat terpendam di sini,” aku Richard.
Tradisi topeng
Perkampungan suku Dayak Salako ini memiliki beberapa petilasan atau tempat yang dikeramatkan. Di waktu atau peristiwa tertentu, warga menggelar ritual di tempat tersebut. Beberapa seni tradisi juga masih dilestarikan penduduk kampung walaupun eksistensinya semakin tergerus zaman.
Satu di antara tradisi tersebut ialah kesenian topeng. Kesenian ini digelar pada saat hajatan atau mengiringi ritual adat. Tradisi topeng menjadi ciri khas budaya Loncek dari komunitas Dayak Salako lain yang bermukim di sepanjang daerah aliran Sungai Ambawang.
Kesenian ini dimainkan berkelompok. Setiap pemain, selain mengenakan topeng, juga mengenakan kostum dari ranting, dedaunan, dan rerumputan, atau tetumbuhan liar lainnya. Mereka menari mengikuti iringan musik tradisional Dayak. Pertunjukan biasa berlangsung selama 30 menit hingga satu jam.
“Pakaian dari berbagai tetumbuhan merupakan simbol penyatuan diri dengan alam sekitar,” jelas Laurensius Edi, tokoh pemuda Kampung Loncek.
Pengusir roh jahat
Tradisi topeng bagi masyarakat Loncek bukan sekadar kesenian. Ia bernilai sakral dan dianggap sebagai penolak bala serta pengusir roh jahat. Syarat dan ritual adat pun wajib dipenuhi saat hendak dan seusai mementaskan topeng.
Pemilik hajatan terlebih dahulu melaksanakan ritual di Pasugu’ Nek Balok sehari sebelum pergelaran topeng. Pasugu’ Nek Balok merupakan satu di antara tempat keramat di Loncek. Ritual dengan berbagai sesajian ini merupakan semacam permohonan izin atau tabik kepada arwah para leluhur.
“Topeng merupakan perwujudan dari makhluk jahat yang sering mengganggu warga saat menggelar keramaian atau hajatan,” kata Edi.
Para pemain pun harus menjalani ritual yang dipimpin panyangahatn atau imam adat. Melalui ritual itu, setiap pemain dibekali saragah atau kekuatan agar berkarisma. Ritual juga dilengkapi sesajian, yang disebut palantaratn. Palantaratn terdiri dari beras putih, ketan, pinang, rokok daun nipah, uang logam, dan beras kuning.
“Biasanya ada pemain yang sampai kesurupan saat diritual,” tutur Edi yang juga aktivis pemberdayaan di Loncek.
Kesenian topeng hanya boleh dipentaskan sampai di pekarangan rumah atau gedung. Ini sesuai keyakinan bahwa topeng merupakan simbol dari makhluk pengganggu warga. Mementaskan topeng di dalam rumah bisa beralamat buruk karena sama saja mempersilakan roh jahat untuk bersemayam di sana.
Memberi makan
Sakralitas topeng tidak hanya selama pementasan. Topeng tetap dianggap sebagai barang sakral meskipun sedang tidak dipentaskan. Penyimpanannya tidak boleh sembarangan dan di waktu tertentu harus diberi sesajian khusus. Warga menyebut pemberian sesajian ini dengan istilah ‘memberi makan topeng’.
Tradisi topeng dibawa suku Dayak Salako saat bermigrasi ke Loncek sekitar 100 tahun lalu. Loncek Baguas, sebuah buku karya warga Loncek yang bergabung dalam tim jurnalis kampung, menyebut nenek moyang orang Loncek berasal dari Satolo di Kecamatan Banyuke, Kabupaten Landak.
Topeng dahulu hanya boleh dimainkan warga yang mahir pencak silat. Sebab, gerak dalam tarian itu diadopsi dari jurus-jurus di ilmu bela diri tersebut. Pemain juga harus lelaki yang sudah menikah.
Sekarang, remaja pun boleh memainkannya, dan tidak juga harus mahir pencak silat. Edi bersama pemuda di kampungnya kini tengah merintis perkumpulan pencak silat, tradisi yang juga mulai dilupakan warga setempat. LANJUT KE: Raja dan para Punggawa dalam Tradisi Utama
COMMENTS