Sentra perikanan terpadu siap dibangun di Kepulauan Karimata agar nelayan setempat tidak lagi menjual tangkapan mereka ke daerah lain.
ARIES MUNANDAR
SUDAH tujuh bulan lamanya, Nurdin berkutat dengan peralatan pertukangan. Dia tengah menyelesaikan kapal kayu penangkap ikan pesanan nelayan setempat. Kapal berukuran 22 x 5 meter itu dibuat dari kayu resak. Biaya pembuatannya sebesar Rp80 juta. Nurdin menyelesaikan pesanan tersebut bersama dua pekerjaan lain.
“Semua bahan disiapkan pemesan, kami tinggal mengerjakan. Sekitar dua bulan lagi kapal ini selesai,” kata Nurdin, Senin (19/10).
Membuat kapal menjadi pekerjaan sampingan Nurdin selepas melaut. Seperti kebanyakan warga di Kepulauan Karimata, perantau asal Buton, Sulawesi Tenggara, itu berprofesi utama sebagai nelayan. Nurdin biasa melaut di perairan sekitar Kepulauan Karimata hingga mendekati Pulau Belitung di Kepulauan Bangka Belitung.
Pelbagai jenis ikan berkualitas ekspor, seperti tuna, tenggiri, dan kerapu selalu diraup Nurdin saat melaut. Selain itu, ada pula cumi, lobster, dan kepiting yang memenuhi kapalnya di musim tertentu. Tangkapan itu kebanyakan dijual di Belitung dan sebagian kecilnya lagi dipasarkan di Ketapang, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat.
Nurdin lebih senang memasarkan di Belitung lantaran hasil melautnya dihargai lebih tinggi. Harga kerapu, misalnya, bisa mencapai Rp150 ribu/kilogram, sedangkan di Ketapang hanya Rp55 ribu/ kilogram.
“Sotong (cumi) di Belitung sekitar Rp47 ribu/kilogram, sedangkan di Ketapang paling tinggi Rp35 kilogram/kilogram,” ujar warga Desa Betok Jaya, Kecamatan Karimata, itu.
Daerah miskin
Kepulauan Karimata merupakan gugusan pulau di perairan antara Kalimantan dan Sumatra, yang terhubung dengan Laut Natuna dan Laut Jawa. Kepulauan ini memiliki empat pulau besar, yakni Karimata, Pelapis, Serutu, dan Penebang.
Gugusan pulau terluar di Kalimantan Barat tersebut secara administratif masuk wilayah Kecamatan Kepulauan Karimata, Kabupaten Kayong Utara. Kecamatan tersebut menaungi tiga desa, yakni Pelapis, Padang, dan Betok Jaya.
Kayong Utara dikenal sebagai salah satu daerah penghasil terbesar ikan laut di Kalimantan Barat. Total produksinya mencapai 20 ribu ton setahun dan sebagian besar berasal dari Kepulauan Karimata. “Sektor perikanan dan pertanian menyumbang sekitar 40% dari Rp1,3 triliun PDRB (produk domestik regional bruto) Kayong Utara,” kata Bupati Kayong Utara Hildi Hamid.
Kekayaan alam yang melimpah itu nyaris tidak berarti apa-apa bagi pendapatan daerah. Kepulauan ini termasuk daerah miskin dan tertinggal di Kabupaten Kayong Utara. “Sekitar 80% dari 261 keluarga merupakan penduduk miskin, dengan pendidikan rata-rata SD dan SMP,” kata Kepala Desa Betok Jaya Hasanudin.
Kondisi itu, antara lain, ialah imbas dari lambannya perputaran uang akibat transaksi perikanan sebagian besar dilakukan di Belitung. Hasil penjualan itu pun kebanyakan dibelanjakan kembali di Belitung atau Ketapang, kota perdagangan utama di pesisir selatan Kalimantan Barat. Kayong Utara sendiri merupakan pemekaran dari Kabupaten Ketapang.
Karimata berjarak 82 mil laut dari Belitung atau hanya berselisih sekitar 10 mil laut lebih jauh daripada ke Ketapang. Dengan jarak yang kurang lebih sama itu, tentu saja nelayan di Karimata memilih memasarkan ikan ke Belitung karena harganya lebih tinggi.
Agar tidak terus bergantung kepada daerah lain, Pemerintah Kabupaten Kayong Utara berencana membangun sentra perikanan terpadu di Kepulauan Karimata. Pusat perdagangan perikanan laut tersebut berlokasi di Pulau Pelapis. Lokasi tersebut dipilih lantaran bukan termasuk kawasan cagar alam laut.
“Pulau Pelapis statusnya ialah APL (areal peruntukan lain) sehingga boleh dimanfaatkan untuk membangun infrastruktur,” jelas Hildi.
Sentra perikanan tersebut bakal dilengkapi dengan tempat pelelangan ikan (TPI), fasilitas air bersih, komunikasi, dan pengisian bahan bakar. Selain itu, tersedia pabrik es dan fasilitas penyimpanan ikan (cold storage), dan pergudangan.
Pelabuhan perikanan di Pelapis dirancang untuk bisa disinggahi kapal motor berkapasitas hingga 40 gros ton. Keberadaan sentra perikanan ini bakal melengkapi dua fasilitas serupa yang telah dibangun di Sukadana dan Teluk Batang.
“Sentra perikanan yang ada saat ini lokasinya terlalu jauh dan tidak bisa disinggahi kapal-kapal besar,” lanjut Hildi.
Rencana induk (masterplan) pembangunan sentra perikanan tersebut telah rampung dan siap diwujudkan pada tahun depan. Pendanaannya dari APBN, yakni sebesar Rp98 miliar. Hildi optimistis sentra perikanan itu mampu mendongkrak perekonomian di daerahnya, sebab bakal banyak kapal dari daerah lain yang juga memanfaatkan fasilitas tersebut.
“Paling tidak, retribusinya bisa masuk ke Kayong Utara sebagai sumber PAD (pendapatan asli daerah),” pungkas bupati yang menjabat selama dua periode tersebut. lihat juga di sini
COMMENTS