Dari drum dan potongan kayu bekas, Ary Sandy membuat kafe yang artistik dan unik. Jadilah tempat itu tongkrongan baru yang sekaligus menampilkan wajah trendi Kota Mempawah di Kalimantan Barat.
ARIES MUNANDAR
![]() |
Kursi dari drum bekas terinspirasi dari pembuatan rak sepatu ketika berselancar di dunia maya. |
Dindingnya unik dengan potongan kayu bekas peti sebagai panel yang menutupi hampir seluruh permukaan. Material kayu yang dibiarkan tanpa cat itu juga hadir sebagai meja. Sementara itu, kursinya dibuat dari drum bekas yang ditempatkan melintang dan dipotong pada bagian tengah.
Interior bergaya rustic industrial itu memang belakangan diminati karena membangkitkan suasana yang alami, tetapi juga kontras dengan unsur metal. Menghasilkan aura yang nyaman, ramah, tapi juga lugas dan maskulin.
Namun, tempat nongkrong bernama Lapan Cafe itu bukan di Jakarta yang memang membanjir dengan beragam gaya kafe, melainkan di Mempawah, sebuah kota kecil yang tenang di Kalimantan Barat.
![]() |
Interior dan perabotannya didominasi material dari kayu bekas peti kemasan (pallet). |
Belakangan, kafe-kafe juga mulai tumbuh di Mempawah. Maka hadirnya Lapan Cafe yang berlokasi di Jalan GM Taufik makin menguatkan wajah kekinian kota itu.
Tidak hanya mendanani kafenya dengan panel kayu dan drum bekas, Ary Sandy--sang pemilik--juga menampilkan lukisan mural di beberapa ruangan di kafe seluas 40 meter persegi itu.
“Kami memadukan tema urban, minimalis, dan vintage. Tema urban diwakili goresan mural. Kami memang ingin tampil beda karena kafe di sini rata-rata hanya mengusung satu tema (desain),” jelas Ary kepada, Selasa (15/3).
Meski banyak memanfaatkan barang bekas, termasuk potongan botol sebagai kap lampu, Ary juga mempertahankan bagian-bagian interior asli. Contohnya teralis dan kanopi jendela yang bergaya klasik. “Kusen, terali, dan kanopi sudah dari asalnya begitu, sebelum kafe berdiri,” jelas pria yang juga berprofesi sebagai jurnalis di media terbitan Pontianak itu.
Ary mengaku merancang sendiri interior dan perabotan kafe. Sementara itu, pengerjaannya dibantu rekannya yang juga mengelola kafe tersebut. Mereka menghabiskan sekitar Rp20 juta selama tiga bulan untuk mendekorasi ruangan beserta isinya.
Rancangan kafe dikemas dari hasil belajar secara autodidaktik. Ary rajin berselanjar di dunia maya untuk memperkaya rancangannya. Ide membuat kursi dari drum bekas, misalnya, muncul setelah ia melihat rak sepatu yang terbuat dari bahan serupa. “Dibuat rak sepatu saja bisa, masak tidak bisa dibuat untuk kursi?” ujar pria berusia 26 tahun itu.
Kafe tersebut menempati rumah yang dikontrak selama lima tahun. Ary memanfaatkan ruangan tengah, ruangan depan, teras, hingga halaman depan untuk menjamu pengunjung. Wujud bangunan dan denah ruangan rumah tidak banyak berubah setelah dijadikan kafe. Ruangan hanya didesain ulang agar lebih menarik sehingga membuat betah pengunjung.
Bangku dan meja yang tersusun rapi di halaman depan juga semakin meneguhkan perubahan fungsi bangunan tersebut. “Kafe mulai difungsikan sejak 8 September, tapi soft opening-nya pada 26 Desember 2015,” lanjut Ary.
![]() |
Tampak depan Lapan Cafe. |
“Desainnya keren! Bergaya country,” kata Aseanty Pahlevi, 39, pengunjung kafe. Warga Pontianak itu langsung terkagum begitu menjejakkan kaki di tempat itu. Dia pun segera larut dalam laku kekinian, alias ber-selfie ria di salah satu sudut kafe. lihat juga di sini
COMMENTS