Kebun nanas berfungsi sebagai sekat bakar. Api yang menjalar dari lahan semak belukar dihambat sehingga tidak menghanguskan jalan dusun dan areal pertanian lain.
ARIES MUNANDAR
SYAFII mengayunkan sebilah parang di tangan kanannya. Serumpun rumput liar pun putus dalam dua-tiga kali tebasan.
Pria berusia 40 tahun itu sedang menyingkirkan rerumputan liar di antara baris tanaman nanasnya. Dia juga menggunakan sepotong ranting untuk mengait rerumputan sebelum dan setelah ditebas.
Syafii membudidayakan nanas pada lahan gambut seluas 50 x 10 meter di Dusun Jaya, Desa Sungaienau, Kecamatan Kuala Mandor B, Kubu Raya, Kalimantan Barat. Lahan itu mulai dikelolanya sekitar dua tahun silam.
Ada sekitar 500 bibit ditanam Syafii saat memulai usahanya. Sekitar 10% bibit mati, sedangkan sebagian besar tumbuh hingga dewasa.
“Bertananam nanas tidak sulit. Pemupukannya pun cukup sekali, saat awal tanam,” kata Syafii, saat ditemui di kebunnya, pekan lalu.
Syafii sudah empat kali memanen nanas. Paling sedikit 200 buah dipetiknya setiap kali panen. Nanas tersebut dijual seharga Rp3.000 sebuah.
“Sekali panen bisa dapat Rp600 ribu hingga Rp800 ribu. Lumayan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.
Bapak dari dua orang anak tersebut menerapkan sistem tumpang sari. Dia bertanam singkong di sekitar lahan nanas, dan hasilnya juga dijual.
“Nanas dan ubi (singkong) paling cocok ditanam di tanah gambut. Dua tanaman itu yang utama saya usahakan di tanah gambut,” kata Syafii, yang juga membudidayakan karet di tanah aluvial.
Sekat bakar
Keuntungan ekonomi hanya salah satu manfaat besar yang diperoleh Syafii dari usaha budi daya nanas. Manfaat lain, yang tidak kalah pentingnya ialah dia dan warga sekitar terhindar dari bencana kebakaran lahan.
Lahan gambut yang dikelola Syafii berada di pinggir jalan utama dusun, dan dikelilingi semak belukar. Saat kemarau panjang, kawasan tersebut kerap terbakar. Setahun bisa terjadi dua kali kebakaran.
“Sumbernya tidak tahu dari mana. Api tiba-tiba saja mucul dan terus membesar,” ungkap Syafii.
Karena itu, nanas pun ditanam di pinggiran jalan dusun. Selain Syafii, ada tiga warga lain membudidayakan nanas pada hamparan gambut yang sama. Total luas keempat lahan tersebut sekitar 200 x 10 meter.
Kebun nanas berfungsi sebagai sekat bakar. Api yang menjalar dari lahan semak belukar diredam sehingga tidak menghanguskan jalan dusun dan areal pertanian lain.
“Nanas dipilih menjadi sekat bakar karena berdasarkan pengalaman warga. Menurut mereka, nanas sulit terbakar karena berjarak rapat dan berdaun tebal,” kata Agapitus, pendamping masyarakat dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalimantan Barat.
Kemampuan nanas sebagai sekat bakar pun teruji tidak lama kemudian. Belum genap setahun nanas ditanam, kebakaran lahan kembali melanda hamparan gambut tersebut. Sebagian tanam pun hangus terbakar.
“Sebagian besarnya selamat dan tetap hidup sampai sekarang. Mungkin karena nanasnya saat itu masih kecil-kecil jadi jaraknya belum rapat. Sekarang, tidak pernah terjadi lagi walaupun lahan di sekelilingnya terbakar,” jelas Syafii.
Pemanfaatan nanas sebagai sekat bakar juga diterapkan di Dusun Jaya Raya, yang bersebelahan dengan Dusun Jaya. Sekitar 4.000 bibit nanas untuk kedua dusun tersebut didatangkan melalui Pontianak.
“Jarak tanamnya sekitar 1 x 1 meter. Karena berfungsi sebagai sekat bakar, jalur penanamanya memanjang,” ujar Agapitus.
Usaha Syafii semakin berkembang. Dia memanfaatkan anakan nanas bantuan dari Walhi Kalimantan Barat tersebut sebagai bibit untuk ditanam pada lahan gambut lain. Jaraknya sekitar 1 kilometer dari lokasi sekat bakar.
Luas penanaman pada lokasi pengembangan itu sekitar 250 x 35 meter. Syafii juga bertanam singkong, cabai, lengkuas, dan beberapa komoditas lain di sekitar kebun nanas.
Lahan tersebut sebelumnya juga sering terbakar. Syafii pernah tidak tidur semalaman karena harus berjaga dan memadamkan api di sekitar pondok kerjanya.
“Saya menggunakan tangki (alat semprot pestisida) untuk memadamkan api. Kebakarannya sampai berhari-hari, dan baru betul-betul padam setelah (diguyur) hujan deras,” katanya.
Budi daya nanas sudah lama dikenal warga Desa Sungaienau dan wilayah di sekitarnya. Peluang pasar untuk komoditas tersebut sebenarnya cukup menjanjikan. Permintaannya biasa melonjak menjelang lebaran. Banyak warga membutuhkan nanas untuk dibuat selai.
Petani Sungaienau umumnya menjual nanas dalam bentuk segar ke Pontianak, ibu kota Kalimantan Barat. Waktu tempuhnya sekitar 1,5-2 jam dengan sepeda motor. Lama perjalanan sebenarnya bisa lebih singkat jika kondisi jalan tidak rusak berat.
“Saya juga menanam nanas sejak 10 tahun lalu. Lokasinya di bekas kebakaran lahan,” kata Kepala Dusun Jaya, Abdul Halim.
Halim ingin mengembangkan nanas agar menjadi komoditas andalan dusun mereka. Dia lantas mengajak beberapa warga memanfaatkan lahan tidur masing-masing. Namun, respon yang diterimanya jauh dari harapan.
“Saat akan digunakan untuk kegiatan lain atau membangun rumah, lahan sulit dibersihkan karena telah ditanami nanas,” ujar Halim, menirukan alasan warga.
Tulisan ini telah diterbitkan di Pantaugambut.id
COMMENTS