Kebakaran lahan dan pembalakan liar menjadi ancaman terbesar bagi kelestarian Hutan Desa Kalibandung. Perlu keterlibatan multipihak untuk memproteksinya.
ARIES MUNANDAR
SPEEDBOAT merapat di Teluk Inggris. Usman pun menambatkan angkutan yang kami tumpangi itu di pinggiran perairan tersebut.
Kicauan merbak menemani langkah kaki kami sesaat setelah merapat ke daratan. Nyanyian merdunya seakan berucap selamat datang.
Merbak
atau Merbah dikenal sebagai jenis burung penyenandung kicauan merdu. Unggas
berukuran kecil tersebut sering ditangkar dan dilombakan sebagai burung hias
karena suaranya yang khas.
“Itu suara merbak. Burung itu banyak terdapat di hutan ini,” kata Usman, warga Desa Kalibandung, bulan lalu.
Teluk Inggris merupakan salah satu pintu masuk ke kawasan hutan desa di Kalibandung, Kecamatan Sungairaya, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Jarak tempuhnya sekitar satu jam perjalanan dengan speedboat dari pusat Desa Kalibandung.
Sekitar lima menit memasuki kawasan Hutan Desa Kalibandung, kami pun mendapati pohon medang perawas. Diameternya sekitar sepelukan orang dewasa.
Medang
perawas itu tumbuh menjulang lebih dari 5 meter dengan warna kulit kelabu dan
memiliki banyak cabang, serta dedaunan berbentuk oval. Batang pohon tersebut
biasa dimanfaatkan sebagai material bangunan, sedangkan daunnya sebagai obat
pereda tukak lambung atau maag.
Medang perawas juga menjadi salah satu habitat merbak. Mereka biasa mencari makan, bercengkrama, hingga bersarang, dan bertelur di pohon bernama ilmiah Litsea odorifera Val tersebut.
Penelusuran kami pada siang nan cerah itu berlanjut hingga mendapati kempilik (Quercus sp), dan kempas (Koompassia malaccensis). Kemudian, jelutung (Dyera iowii), serta beberapa spesies pohon khas hutan gambut. Nyanyian merbak pun semakin ramai dan lantang terdengar. Mereka saling bersahutan di balik rimbun pepohonan.
“Medang perawas banyak ditemukan di HPK (hutan produksi yang dapat dikonversi). Di luar kawasan hutan desa, populasinya juga masih banyak,” jelas Usman, yang juga Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Kalibandung.
Keanekaragaman hayati
Hutan Desa Kalibandung menghampar seluas kurang lebih 7.000 hektare pada dataran gambut. Areal itu meliputi sekitar 4.000 hektare HPK, dan sekitar 3.000 hektare hutan lindung.
Hutan Desa Kalibandung kaya akan keanekaragaman hayati. Ia menjadi habitat bagi berbagai jenis flora dan fauna khas lahan gambut. Jenis flora tersebut, di antaranya medang, kempilik, kempas, jelutung, bintangor, gerunggang, ramin, meranti, dan kantong semar. Adapun jenis fauna, di antaranya berbagai jenis burung, lebah hutan, beruang, dan orangutan.
Survei LPHD Kalibandung pada akhir Juli silam menemukan jejak populasi beruang berupa dua sarang di zona lindung. Mereka juga menemukan sebanyak 37 sarang orang utan beserta pepohonan yang menjadi sumber pakan primata tersebut.
Keberadaan sarang menjadi rujukan utama para ahli dan pegiat konservasi dalam menelusuri populasi serta habitat orang utan. Penemuan sarang baru menjadi petunjuk kuat bahwa orangutan masih bercokol di kawasan tersebut.
“Sarangnya ada yang besar, dan ada yang kecil. Beberapa, di antaranya merupakan sarang baru. Dedaunannya masih terlihat hijau dan segar serta tercium bau (aroma) urin orang utan,” ungkap Usman.
Sarang tersebut dijumpai pada kayu malam, bintangor, pacat-pacat, kempilik, mengkaang, rengas, medang, mentibak, kayu ara, jungkang, dan mentapis. Pepohon tersebut juga menjadi sumber pakan bagi orang utan.
“Jarak antarsarang berkisar 30-50 meter. Lokasinya rata-rata berada di kawasan lindung yang relatif masih berhutan lebat,” lanjut Usman.
Survei potensi Hutan Desa Kalibandung berlangsung sekitar sepekan. Survei tersebut juga melibatkan tim dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kubu Raya, dan Jari Indonesia Borneo Barat.
“Hutan Desa Kalibandung juga memiliki sumber daya alam nonkayu, di antaranya madu, rotan, dan bambu. Beberapa warga memanfaatkan rotan dan bambu sebagai bahan kerajinan tangan,” kata Direktur Jari Indonesia Borneo Barat Firdaus.
Keanekaragaman hayati pada Hutan Desa Kalibandung sejatinya sudah terendus sejak dalam perjalanan dari pusat desa. Kawanan bekantan terlihat bercengkerama dan mencari makan di sepanjang pinggiran Kapuas, sungai terpanjang di Indonesia. Satwa endemik Kalimantan tersebut langsung membubarkan diri begitu kami mendekat untuk mengabadikan aktivitas mereka pada siang itu.
Populasi tersisa
Orang utan di Kalibandung diketahui berasal dari subspecies Pongo pygmaeus pygmaeus. Subspesies ini paling terancam populasinya di antara dua subspesies orangutan Kalimantan di Kalimantan Barat. Populasi mereka saat ini diperkirakan tidak lebih dari 1.500 individu. Perambahan dan alihfungsi kawasan hutan menjadi ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup Pongo pygmaeus pygmaeus.
Keberadaan Orang utan di Kalibandung pertama kali dipublikasikan melalui Laporan Akhir Penilaian Kelayakan Habitat dan Populasi (PHVA) Orang Utan 2016. Laporan yang disusun dan diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tersebut merangkum hasil riset dari sejumlah organisasi konservasi di Indonesia.
Laporan itu menyebut terdapat habitat orang utan pada unit pengelolaan konservasi di wilayah selatan Kalimantan Barat. Kawasan tersebut, di antaranya meliputi Kalibandung dan desa di sekitarnya. Laporan itu sekaligus menguatkan informasi warga mengenai keberadaan orangutan di Kalibandung.
Populasi orang utan di selatan Kalimantan Barat, menurut PHVA 2016 diperkirakan hanya tersisa 10 dari sekitar 1.000 individu pada 100 tahun sebelumnya. Itu berarti laju penyusutan populasi mereka rata-rata sebanyak 10 individu setiap tahun.
“Orang utan di zona selatan terfregmentasi atau terisolasi akibat pembukaan hutan. Kawasan Hutan Desa Kalibandung seharusnya terhubung hingga ke (Kecamatan) Sungaiambawang. Di sana juga ditemukan orang utan dan dalam populasi serta habitat terbatas pula,” kata Ketua Forum Konservasi Orang Utan Kalimantan Barat (Fokkab) Tito Indrawan, saat dihubungi bulan lalu.
Keberadaan Hutan Desa Kalibandung, menurut Tito menjadi salah satu upaya strategis dan taktis untuk menyelamatkan populasi orang utan beserta kekayaan hayati lainnya. Pola partisipatif atau keterlibatan masyarakat dapat memperkuat dan mengefektifkan pengawasan.
“Di sekitar kawasan tersebut terdapat konsesi besar perkebunan kelapa sawit. Saya sarankan dibuatkan koridor sehingga kawasan hutan kembali terhubung. Apalagi, setiap perusahaan pemegang konsesi berkewajiban mencadangkan 10% areal mereka sebagai kawasan konservasi,” jelas Tito.
Kepala KPH Kubu Raya M Ari Susandi sependapat bahwa populasi dan habitat orang utan beserta keanekaragaman hayati di Kalibandung harus dilestarikan. Karena itulah, mereka mengikutsertakan seorang staf pada survei potensi Hutan Desa Kalibandung.
“Kami ingin mendapat informasi mendalam dari lapangan. Kami juga akan mengomunikasikan hasilnya, termasuk upaya pembangunan koridor kepada pihak BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam), dan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya,” kata Ari dalam wawancara terpisah, bulan lalu.
Hutan Desa Kalibandung terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 4769 Tahun 2018. Keputusan itu ditandatangani Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan beratasnamakan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 16 Juli 2018.
Sekitar 4.000 luas Hutan Desa Kalibandung merupakan eks lahan konsesi perkebunan kelapa sawit milik PT Bina Lestari Khatulistiwa Sejahtera (BLKS). Mereka hengkang dan menelantarkan areal tersebut sejak 2011 lantaran ternyata tidak mengantongi izin usaha budi daya perkebunan. Sebagian besar kawasan itu kini menjadi areal terbuka dan semak belukar sehingga rentan terbakar sewaktu kemarau panjang.
Desa Kalibandung selama ini menjadi salah satu daerah rawan kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat. Kebakaran terakhir terjadi pada Agustus 2018. Tidak kurang dari 200 hektare lahan gambut hangus pada saat itu, termasuk di kawasan Hutan Desa Kalibandung.
“Kami sedang mengupayakan restorasi gambut, terutama di sekitar areal hutan lindung supaya tidak rentan terbakar. Targetnya seluas 42 hektare dan ditanami sekitar 24 ribu bibit kayu lokal,” kata Usman.
Hutan Desa Kalibandung juga masih menjadi incaran para perambah liar. Aksi mereka baru terhenti setelah polisi menggerebek dan menyita sebanyak 1.000 batang kayu gelondongan di salah satu lokasi perambahan pada September silam. Sebanyak tiga pelaku kemudian ditetapkan menjadi tersangka pembalakan.
“Kebakaran lahan dan pembalakan liar menjadi ancaman terbesar. Perlu keterlibatan multipihak untuk memproteksi Hutan Desa Kalibandung,” kata Firdaus.
Salah satu jejak bekas aktivitas pembalakan liar kami temukan di daratan Teluk Inggris. Jejak itu berupa titian kayu sebagai jalur bagi gerobak pengangkut hasil tebangan menuju sungai. Titian tersebut membentang sekitar 4 kilometer hingga ke kawasan lindung.
“Galang (titian) ini sudah tidak digunakan lagi (oleh pembalak) sehingga akan kami manfaatkan untuk jalur patroli anggota LPHD. Kami baru sekali menggelar patroli karena keterbatasan dana,” ujar Usman.
Tulisan ini telah diterbitkan di pantaugambut.id
COMMENTS