Pembalakan liar memperberat ketimpangan daya dukungan lingkungan. Tindakan tegas aparat hukum tidak berefek jera bagi para pelaku.
ARIES MUNANDAR
RAUNGAN gergaji mesin kerap
terdengar dari kejauhan di pinggiran hutan gambut Desa Kalibandung. Itu
mengindikasikan pembabatan masih berlangsung sampai saat ini.
Upaya penegakkan hukum
ternyata belum membuat jera para pelaku. Mereka masih saja beraktivitas
meskipun sudah ada yang ditangkap dan ditetapkan menjadi tersangka pembalak
liar.
Dugaan beroperasinya kembali
pembalakan liar diperkuat temuan tim Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD)
Kalibandung. Mereka berpatroli pada November tahun lalu atau hanya berselang
sekitar dua bulan dari operasi penangkapan yang digelar Polisi Resor Kubu Raya.
“Kami meyakini Illegal
logging masih ada, tetapi pelakunya bukan warga Kalibandung. Mereka masuk dari
wilayah desa sekitar,” kata Usman, Ketua LPHD Kalibandung, akhir Januari lalu.
Usman memimpin rombongan
patroli LPHD Kalibandung. Mereka menyusuri kawasan lindung hutan desa dari
pintu masuk di daratan Teluk Inggris.
Tim LPHD menemukan jejak
pembalakan liar berupa pepohonan yang bertumbangan akibat ditebang, tumpukan
kayu gelondongan di sejumlah lokasi hingga jalur pengangkutan tebangan. Mereka
tidak bisa berbuat banyak untuk mencegah praktik perusakan lingkungan tersebut.
“Kami sebenarnya
takut-takut, memberanikan diri saat berpatroli, karena berhadapan dengan
pembalak dalam jumlah besar. Namun, kami harus melakukan itu untuk
menyelamatkan kelestarian hutan desa. Setidaknya, kami bisa menginformasikannya
kepada pemerintah dan aparat keamanan,” jelas Usman.
Medan berat serta dana
terbatas juga tidak menyurutkan semangat Usman dan kawan-kawan dalam berpatroli
meskipun dia mengaku upaya itu belum efektif. Mereka hanya mampu menjangkau
sebagian kecil kawasan lindung Hutan Desa Kalibandung.
“Kami hanya mampu mengakses
sekitar 20% kawasan lindung dengan berjalan kaki hingga sejauh 6 kilometer.
Patroli pun rata-rata hanya sehari. Kawan-kawan juga memiliki tanggung jawab
dalam menafkahi keluarga sehingga tidak mungkin berlama-lama di hutan,” ungkap
Usman.
Pembalakan merajalela
Hutan Desa Kalibandung
terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Nomor 4769 Tahun 2018. Luasnya sekitar 7.000 hektare, yang terdiri atas 3.000
zona lindung dan 4.000 hektare hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK).
Sekitar 1.300 dari 4.000 hektare HPK merupakan eks area konsesi perkebunan
kelapa sawit PT Bina Lestari Khatulistiwa Sejahtera (BLKS).
Pembalakan liar kian
memperberat tekanan terhadap fungsi dan kondisi hutan gambut tersebut. Selain
akibat pembalakan liar, sebagian kawasan juga telah gundul karena pembukaan
lahan kelapa sawit oleh PT BLKS pada dua dekade silam.
“Hutan Lindung Desa
Kalibandung memiliki dome (kubah) gambut dan seyogianya itu tidak disentuh lagi
(dirambah). Dome gambut berfungsi seperti menara air. Kebocoran dome akibat
pembukaan lahan dan penebangan akan mendatangkan banjir bagi Kalibandung dan
desa-desa di sekitarnya,” kata Direktur Yayasan Natural Kapital Indonesia
(YNKI), Haryono.
Berdasarkan analisis citra
satelit, kondisi kawasan hutan gambut di Kalibandung masih relatif hijau
sebelum kedatangan PT BLKS pada 1996. Kondisi itu mulai berubah drastis setelah
sekitar dua tahun PT BLKS beroperasi. Mereka membuka sekitar 1.300 hektare
kawasan berhutan untuk pembangunan drainase dan lokasi penanaman kelapa sawit
serta areal perkantoran.
Pembangunan kanal oleh PT BLKS juga merambah sekitar 161 hektare kawasan lindung. Terpantau pula riwayat kebakaran lahan di areal konsesi PT BLKS, di antaranya pada 7 Agustus 2009.
Perambahan hutan terus berlangsung meskipun PT BLKS sudah tidak lagi beroperasi di Kalibandung. Pelakunya diduga rombongan pembalak liar yang terdiri atas beberapa kelompok pekerja dan cukong kayu.
Analisis citra satelit juga
menunjukkan para pembalak pertama kali menyasar kepada kawasan hutan di sebelah
utara. Mereka masuk dari beberapa desa yang berbatasan dengan Kalibandung.
Lambat laun, aktivitas pembalakan meluas dan menyebar hingga ke tengah kawasan
hutan yang merupakan zona lindung. Degradasi gambut pun makin parah karena kian
berkurangnya tutupan hutan.
“Pemulihan gambut tidak bisa
secara parsial karena minimal dilaksanakan dalam subkesatuan hidrologis gambut.
Kerja sama dengan pihak lain (dalam mengatasi pembalakan liar di Hutan Desa
Kalibandung) telah dilakukan, termasuk penegak hukum, tetapi ternyata belum
efektif juga,” kata Haryono.
Pemberdayaan masyarakat
Hutan Desa Kalibandung kaya
akan keanekaragaman hayati berupa flora maupun fauna endemik gambut.
Terdapatjejak orang utan berupa 45 sarang yang ditemukan LPHD Kalibandung dalam
serangkaian patroli dan survei potensi hutan sejak 2019.
“Sarang orang utan ditemukan
pada pohon kayu malam, bintangor, pacat-pacat, kempilik, mengkaang, rengas,
medang, mentibak, kayu ara, jungkang, dan mentapis. Ada juga berbagai jenis
burung, kelempiau, tupai, bekantan, dan jejak beruang madu,” jelas Usman.
Rimba gambut ini juga
menjadi habitat pohon kempas, jelutung, gerunggang, ramin, meranti, rotan, dan
kantong semar. Aneka flora dan fauna itu terutama dijumpai pada kawasan
lindung, kecuali bekantan, yang bermukim di sepanjang pinggiran sungai menuju
Teluk Inggris.
“Kami memperkuat kapasitas
pengurus LPHD Kalibandung dalam mengelola potensi hutan gambut secara lestari.
Selama pendampingan, partisipasi masyarakat dalam menjaga dan melestarikan
hutan juga meningkat. Mereka bergotong-royong pada setiap akhir pekan untuk
membangun kawasan agroforestri di areal eks konsesi PT BLKS,” kata Firdaus,
Direktur Jari Indonesia Borneo Barat, lembaga swadaya yang bergerak dalam
bidang advokasi pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.
Agroforestri yang
membudidayakan nanas dan jahe menjadi salah satu upaya pemberdayaan potensi
ekonomi masyarakat. Usaha produktif tersebut bertujuan memupus ketergantungan
warga terhadap eksploitasi hutan sekaligus memotivasi mereka melestarikan
lingkungan sekitar.
“Warga juga mengembangkan
usaha anyaman bakul atau besek, dan mengolah kangkung malu menjadi aneka
makanan ringan. Kami bersama LPHD memfasilitasi upaya pengemasan dan
pemasarannya,” lanjut Firdaus.
Bupati Kubu Raya Muda Mahendrawan memastikan pemerintah setempat mendukung penuh upaya pelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan. Komitmen itu dituangkan melalui tata kelola pemerintahan, meskipun kebijakan dan kewenangan pengelolaan lingkungan hidup menjadi urusan utama pemerintah pusat.
“Kebijakan itu ditegaskan
lagi dalam RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) dan Rencana
Detail Tata Ruang (RDTR). Kami akan merealisasikan (peruntukan) kawasan khusus,
termasuk pada areal gambut,” kata Muda.
Pemerintah Kabupaten Kubu
Raya juga mendorong inisiatif dan
kemandirian desa serta partisipasi masyarakat dalam pelestarian lingkungan.
Mereka menyiapkan insentif khusus bagi desa yang berkontribusi terhadap
pelestarian lingkungan.
“Salah satu inovasi kami
ialah menerapkan skema transfer anggaran berbasis ekologi. Reward (insentif)
diberikan kepada desa yang berkinerja baik dalam menjaga dan merawat lingkungan.
Ini untuk memantik inisiatif dan partipasi desa agar mengelola sumber daya alam
secara lestari,” jelas Muda.
Pengembangan usaha anyaman
di Desa Kalibandung mengingatkan Samsinah pada masa remajanya. Perempuan
berusia 60 tahun tersebut, dahulu kerap membuat bakul dan pelbagai perabot
rumah tangga dari anyaman perupuk atau daun sejenisnya.
“Saya sudah puluhan tahun
tidak menganyam, tetapi masih tetap ingat caranya (teknik menganyam). Dahulu
kami selalu membuat sendiri perabotan rumah tangga, tidak seperti sekarang,
semuanya dibeli dan menggunakan (wadah) plastik,” kata Samsinah, yang juga mengajarkan
warga setempat menganyam.
Artikel ini telah diterbitkan di ekuatorial.com
COMMENTS