Aries Munandar
PERISTIWA yang merengut nyawa seorang pasien saat hendak melahirkan di
salah satu rumah sakit di Pontianak, Kalimantan Barat, membuat hatinya miris
dan terenyuh. Pasien beserta calon bayi tersebut meninggal akibat pendarahan.
Warga Jl Sutan Sahrir, Pontianak tersebut dibawa tetangganya ke rumah
sakit dalam kondisi kritis. Ia terlambat mendapat perawatan medis karena tidak
memiliki biaya.
"Dia hanya sempat sekitar satu jam (dirawat) di rumah sakit.
Nyawanya tidak bisa diselamatkan karena terlambat mendapat pertolongan,"
kata Viryan Azis, 36, mengenang peristiwa yang terjadi pada pertengahan 2007
itu.
Kejadian itu menjadi pengalaman berarti bagi mantan aktivis mahasiswa
ini. Dia kemudian tergerak membantu warga lain agar tidak bernasib seperti
pasien tersebut. Mereka yang tidak bisa mendapatkan layanan persalinan memadai
hanya karena tidak memiliki biaya.
Tekad tersebut makin menguat ketika ia mendapat data bahwa Kalimantan
Barat termasuk daerah yang memiliki angka kematian ibu dan anak tertinggi di
Indonesia. Kasus seperti itu bahkan sampai saat ini masih menjadi persoalan
serius di Tanah Air.
Viryan lantas menggagas dan merintis program Jaminan Bersalin Cuma-Cuma
(JBC) melalui Yayasan Dompet Umat yang dia pimpin. JBC yang diluncurkan pada
2007 itu khusus melayani warga miskin yang hendak melahirkan, sehingga ancaman
kematian saat pra dan pascapersalinan dapat diminimalisasi.
Pada tahun pertama setelah diluncurkan, program itu hanya melayani klien
yang dirawat di salah satu klinik bersalin di Pontianak. Namun, setelah itu
jaminan sosial ini juga berlaku di seluruh rumah sakit dan klinik bersalin di
Kalimantan Barat. Mereka juga bahkan menanggung biaya persalinan yang
dilakukan melalui dukun kampung.
"Kami selalu mempertimbangkan kondisi dan keselamatan pasien.
Apalagi jika situasinya sudah darurat," ujar Direktur Dompet Umat yang
juga Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pontianak ini.
JBC sampai saat ini telah melayani 51 warga miskin, yang sebagian besar
berasal dari Kota Pontianak, dan Kabupaten Kubu Raya. Nominal tanggungan
persalinan yang telah dikucurkan untuk setiap pasien bervariasi, yakni mulai
Rp200 ribu hingga Rp8,9 juta.
Gratis dan tunai
Peserta dan calon peserta JBC tidak dipungut biaya sepeser pun alias
gratis. Program ini juga tidak menuntut persyaratan administrasi dan birokrasi
yang merepotkan warga. Sepanjang ibu hamil tersebut masuk dalam kategori
keluarga miskin, ia berhak mendaftar untuk mendapat santunan dari program ini.
Kriteria keluarga miskin yang ditetapkan pengelola program pun cukup simpel, yakni mereka yang berpendapatan di bawah seperempat dari upah minimal regional (UMR) per orang per bulan. "Jika UMR Kota Pontianak saat ini sekitar Rp800 ribu, setiap anggota keluarga itu berarti maksimal berpendapatan Rp200 ribu sebulan," jelas Viryan.
Untuk memastikan kriteria miskin tersebut, petugas akan menyurvei
langsung ke lapangan. Survei ini dilakukan maksimal tiga hari setelah
pendaftaran dan hasilnya langsung bisa diketahui oleh yang bersangkutan pada
hari itu juga.
JBC tidak mengenal istilah klaim seperti program asuransi atau jaminan
sosial lain. Program ini membayar tunai seluruh biaya persalinan tanpa
dibatasi maksimal tanggungan. Termasuk, berapa pun biaya untuk operasi saat
persalinan.
JBC mengutus staf atau relawan mereka untuk menyelesaikan masalah
administrasi dan keuangan. Sekaligus mendampingi dan memastikan pasien mendapat
perawatan medis sesuai hak mereka.
"Kami sengaja tidak menerapkan sistem klaim agar tidak memberatkan
lembaga dan pihak rumah sakit. Sebab, pada dasarnya klaim itu adalah hutang dan
akan terus menumpuk," beber Viryan.
Tidak hanya menanggung biaya persalinan, JBC juga menyantuni biaya
konsultasi dokter untuk peserta selama kehamilan dan memberikan bantuan makanan
tambahan bergizi untuk bayi selama setahun. Disamping itu, pelayanan advokasi dan
edukasi selama pra dan pasca-ibu melahirkan.
Uniknya lagi, JBC tidak membatasi layanan berdasarkan frekuensi kehamilan
peserta. Jadi, seorang peserta tetap berhak mendapat santunan kendati
kehamilannya itu merupakan kehamilan ketiga, keempat dan seterusnya. Sepanjang
yang bersangkutan masih berkategori keluarga miskin.
"Kami berpikir, masak orang yang sudah punya dua atau tiga anak dan
hamil lagi tapi tidak memiliki biaya (persalinan), dibiarkan begitu saja.
Apalagi, jika kondisinya darurat," ucap mantan Ketua Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) Pontianak ini.
Kondisi kritis
Program yang telah berjalan hampir lima tahun itu bukan tanpa kendala.
Petugas survei beberapa kali dibohongi calon peserta. Warga yang akan disurvei
tersebut menyembunyikan kendaraan bermotor dan perabotan rumah tangga mereka agar
disangka sebagai keluarga miskin.
Petugas pun tidak mau terkecoh. Karena itu, selain mendatangi, dan
mewawancarai calon peserta, petugas memantau, serta mengonfirmasi kondisi
kehidupan calon penerima bantuan ke beberapa tetangga yang bersangkutan.
Kendala lain, pihak keluarga ada yang baru melapor dan mendaftar saat kondisi pasien sudah kritis dan darurat. Situasi seperti ini sangat riskan dan beresiko tinggi terhadap keselamatan ibu dan calon bayi. "Warga miskin seperti itu tetap dilayani walaupun baru mendaftar setelah kondisinya kritis," kata Viryan.
Menurutnya calon pasien seharusnya menjadi peserta saat usia kehamilan
mereka memasuki bulan keempat. Ini untuk memudahkan pemantauan kehamilan dan
mendeteksi berbagai kemungkinan yang terjadi sebelum, selama dan setelah
persalinan.
JBC hanya ditangani dua staf dan tiga relawan. Namun, sudah banyak warga
yang terbantu dan merasa keluarganya diselamatkan karena program tersebut.
Viryan menceritakan ada peserta
mendaftar dengan kondisi kehamilan beresiko tinggi. Sang ibu menderita
kekurangan gizi sehingga calon bayinya divonis akan menyandang cacat bawaan
oleh dokter. Usia kehamilan ibu tersebut ketika itu sudah memasuki bulan
kedelapan.
Berkat advokasi dan pendampingan yang intensif dari petugas JBC, ibu
tersebut akhirnya bisa diselamatkan dan melahirkan secara normal. Bayinya pun
dalam kondisi sehat dengan berat badan saat lahir mencapai 3,4 kilogram.
"Banyak yang bertanya dari mana kami memperoleh dana? Jawabannya,
dari sumbangan para donatur dan hasil usaha produktif Dompet Umat," ungkap
salah satu lulusan terbaik Magister Manajemen Universitas Tanjungpura tersebut.
Biodata
Nama : Viryan Azis
Tempat/Tgl Lahir
: Jakarta, 4 September 1975
Alamat : Jl. M. Sohor, Komplek Puri Indah,
Blok C.II/3 Pontianak
Agama : Islam
Pendidikan Terakhir : Magister Manajemen, Universitas
Tanjungpura, Pontianak (Cum Laude)
Riwayat Karier:
1. Pendiri dan Direktur
Dompet Ummat (2001-Sekarang)
2. Dosen tidak tetap STAIN
Pontianak (2001-Sekarang)
3. Anggota KPU Kota Pontianak (2003-2009)
4. Ketua KPU Kota Pontianak
(2009-2013)
Pengalaman Organisasi:
1. Ketua Umum BPM Fakultas
Ekonomi Untan (1997-1998)
2. Ketua Umum Senat Mahasiswa Untan (1997-1999)
3. Ketua Umum HMI Pontianak (2000-2001)
4. Ketua Umum KAHMI Kota Pontianak (2008-2013)
Prestasi :
1. Entrepreneurship Award dari Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal 2010
2. Organisasi Sosial Berprestasi Tingkat Kalimantan Barat, 2011
3. Organisasi Sosial Berprestasi Tingkat Nasional kategori Pengembangan Program dan Kemitraan dari Kementerian Sosial, 2011
COMMENTS